Tuesday, June 29, 2004




"There's a difference between keeping an open mind and believing something because you want it to be true".

(Star Trek Enterprise eps. "Cold Front")


PS : Commander Charles Tucker responded - "What's that supposed to mean?"


NGALOR-NGIDUL BLOG

Menurut si Mie, dia nggak bisa nulis dulu, karena ternyata dia sedang hamil 6 minggu (eh, sekarang jadi 7 minggu, ya?) Wow, akhirnya ya Mie… Selamat lho. Gua udah buat link ke blog milik lu, tapi kayaknya daripada nge-blog, lebih baik lu sekarang banyak2 istirahat aja, ya? Ih, seru deh ngebayangin lu jadi mommy..

Eyi…astaga..nih anak, gua asli surprised waktu tahu ‘tempat mangkal’ blog lu. Langsung gua link deh… Padahal baru beberapa hari yang lalu gua en Fajar ngomongin “si Eyi” (tenang, cuma yang bagus2 kok, Neng)…tahu2 gua denger soal blog lu. It’s really a nice way to hear from you again.

Gua memang suka jalan2 nengokin blog-nya orang2… Lucu2. Jelas, kebanyakan yang buat blog itu anak kuliahan, karena mereka memang penghuni warnet sejati. Hehe, jadi inget, beberapa minggu lalu karena komputer di rumah angot, gua lari ke warnet. Berhubung jarang ke warnet (biasanya kan gua nge-net di rumah or kantor), gua jadi bingung gitu pas baru mau log-in. Lah? Kok rasanya gua jadi gaptek amat sih? Gimana, ya? Kepaksa deh gua ngegangguin cewek ABG yang duduk membelakangi gua. “Dik, gimana sih mau log-in?” Dia jelasin secara singkat, terus asik nge-net lagi. Lho, kok masih nggak bisa? “Dik, yang di-klik mana nih?” Hehehe, kali dia pikir ‘ni orang, udah gaptek masih nekat mau nge-net aja… Singkatnya, bisa punya blog sendiri aja udah hepi banget. Sebenarnya sejak tahun 1997 gua udah tertarik sama HTML (gimana sih orang bisa doing business en “nongol” di cyberspace?), sok beli buku soal HTML segala (penulisnya Larry Aronson). Padahal waktu itu gua sama sekali belum pernah nge-net, dan e-mail account pertama gua di hotmail baru dibuat Juli 1998, dibikinin sama...duh kok lupa, ya? Siapa ya namanya? Tapi kalo ketemu orangnya, masih inget lho.. Maaf, ya? Anyway, entahlah keinginan untuk belajar bahasa itu muncul dari mana... Tapi, setelah itu, belum sempat ngapa2in, gua keburu keterima kerja, dan wuss… boro2 deh kepikiran belajar. Pegang bukunya aja nggak sempat lagi…

Kembali ke soal blog (kenapa ya gua suka mencla-mencle gini?), di antara yang pernah gua singgahin, beberapa memang “inspiring”, tapi ada juga yang buat gua heran atau geli. Ada blogger yang ngaku dia nggak percaya lagi sama Tuhan, dan mengungkapkan antipatinya sama tayangan keagamaan di TV, ada yang “ibu2” sekali, khusus cerita soal anaknya dan kegiatan domestik sehari-hari, ada blogger serius, mereka membuat blog memang dalam rangka pekerjaan, terutama para jurnalis, dosen atau mahasiswa pascasarjana. Ada juga blogger cewek yang suka jalan kaki malam2, serta ada blogger cowok yang…ya ampun…gua jadi kepingin teriak2 di kupingnya, “Semangat dikit dong! Kok kesannya pasrah banget sih kamu!” Atau blogger yang sering curhat marah2, kayaknya semua hal negatif…sampai gua bacanya gerah sendiri…antisosial atau self-centered nih? Tapi nggak apa2, ngapain juga gua menghakimi orang? Seperti kata Eko, “It’s very nice to be different.” Kenapa blog harus sama, cuma seneng2 aja? Na ja…

Kalo ditanya blog gua ini tentang apa, gua juga nggak tahu masuk kategori mana, atau apa perlu kategori2an. Namanya aja Semua Uneg Uneg. Lintasan ya lintasan. Kalo pas pingin ngomong soal A, B, C, ya diomongin… Kalo ada tulisan bagus pingin di-share, ya diposting juga. Seperti puisi Sapardi, Rumi, atau sumbangannya AMGD tentang Pulau Peucang dan cuplikan ceritanya si Mie itu. Yang pasti, kebiasaan curhat lewat bahasa tulisan kayaknya udah nggak bisa dibuang, udah telanjur yayang.. Untuk menambah segala animasi atau image lain2, gua ragu2, sebab gua berharap agar atensi orang lebih ke tulisan pada blog, bukan ke animasi atau tampilannya. That’s my reason. Plain and simple.

PS : Yang 'ngambek' karena baru belakangan liat blog ini…hehehe, nggak ada maksud mengebelakangkan atau mengedepankan… Ini asli uneg2, diprotes boleh, dikasih saran apalagi. Sip lah.

Monday, June 28, 2004

REUNI

Ada telepon dari Sinto, ngajak ikutan ke acara REUNI bareng temen2 SMA di salah satu TV hari Sabtu besok. Kalo gua ikut...hm..kayaknya bakal lebih banyak ruginya, politically speaking...hehehe. Tapi seingat gua memang ada ajakan dari salah satu teman milis jalan-jalan untuk liat hutan CIFOR, dan berhubung belum pernah, gua tertarik untuk ke sana. Ternyata itu baru Sabtu depan! Masa' sih gua mulai pikun?

ARISAN JUNI

Laporan arisan bulan Juni (entah apa masih bisa disebut arisan kalo pesertanya cuma 4 orang…sigh). Diadakan Jumat 25 Juni kemarin di Penang Bistro Jl. Pakubuwono. Makanannya oriental, seru, tempatnya nyaman, meskipun gua sempat agak kaget juga ngeliat betapa ramainya tamu yang makan. Hmm, so crowded and noisy. Sampai si waitress harus teriak2 waktu ‘njelasin menu. Kasihan. Gua curiga, selesai kerja dia malah sakit tenggorokan… Tapi karena Lena udah booking tempat agak mojok, kita bisa juga ngobrol santai sambil makan. Sayang formasinya nggak lengkap..

Nana : lagi in charge syuting iklan (produk baru ya, Bu?)
Uchiet : akhirnya nggak bisa datang…lembur (salut dengan ketabahan lo menghitung profil, volume dlsb itu)
Queen : lagi ke Shanghai (Kerja apa jalan2? Jalan2 apa kerja?)
Imel : Imel? Where’s Imel? Where’s Wally?

Sebenarnya Iir pingin ikutan ngumpul, tapi kandungannya udah 5 bulan dan Indra-nya baru keluar dari rumah sakit. Nggak mungkin lah… Si Babe-nya Linda juga gua kira serius mau nimbrung, eh, ternyata, nggak juga. Kalau arisan ditunda lagi, minggu depan kayaknya sama aja, pasti ada yang nggak bisa juga. Saran Eko, harusnya gua ajakin aja temen2 cowok. Sumpeh lo, Ko? Hehe, gua nggak yakin mereka mau. Maklum lah, pasti udah sibuk urusan masing2… Btw, si Ojox ngajak anak sulungnya, Rara yang baru 4 tahun. Ya ampun,…miniatur Ojox banget! Rara lucu ya, Jox? Nggemesin. Apalagi waktu terpaksa dibungkus pakai sarung sholatnya Linda karena kedinginan kena AC (abis pakai tank top sih..).

Untuk yang nggak datang,…harap diurus ketidakhadirannya dan kewajiban administrasi kepada host yang bersangkutan, hehehe. Arisan berikut kemungkinan besar diadakan di rumah Ojox, tapi tanggal belum ditentukan. So, silakan tunggu kabar berikutnya, ibu-ibu…

Sunday, June 27, 2004

SETITIK AIR MATA

Kau mengabariku, mengungkapkan rasa kehilanganmu.

Apa lagi yang bisa kaulakukan, Teman? Dialah tabungan bagi kalian. Ah, dalam hal ini kau lebih arif daripadaku. Kenapa aku harus mengajarimu?

Tidak. Aku bukan mengeluhkan kesedihanmu. Tapi kau mengingatkanku pada kehilanganku sendiri. Benar, kau tidak bermaksud seperti itu. "Sebab kehidupan adalah sederetan pertemuan, perpisahan dan kehilangan". Tapi tahukah kau, teringat akan kehilangan itu hanya membuat malam kita diakhiri setitik air mata? Dan setiap malam, setitik air mata?
Untuk apa?

Temanku yang baik, pandanglah matanya, dia yang dititipkan padamu.
Dia berharap padamu.
Kuatkan dirimu untuknya. Kuatlah untuk teman hidupmu, dan kuatlah untuk temanmu.

Sebab aku tak akan bisa menjadi teman yang baik hanya dengan setitik air mata.


Tuesday, June 22, 2004

"Full Metal Jacket" by Stanley Kubrick

I'm in a world of shit, yes.
But I am alive.
And I am not afraid.

PS : Thanks, Fajar! It's a great movie :)

Sunday, June 20, 2004

HUJAN BUKU

Tahun ini gua nggak ke Pameran Buku IKAPI, berhubung satu dan lain hal. Tapi, waktu gua ngupi (hmmm..kopi) sama si Tammy, temen satu SMA, dia ngasih gua oleh2 dua buku kecil terbitan tahun '80-an Gaya Favorit Press yang dibeli di pameran. "Dari Atas Kursi Roda"-nya Umar Nur Zain sama "Gadis dalam Lukisan"-nya Darwis Khudori. Jamdul banget, tapi lucu juga kali ya untuk dibaca. Wah, bertambah deh utang bacaan gua. Soalnya masih ada beberapa buku yang belum sempat gua baca. Belakangan ini orang2 suka ngasih buku atau bacaan ke gua. Jadi, kalaupun nggak ke pameran buku tahun ini, gua masih punya "simpenan". Let's see..

dari Nyokap : "Kejahatan dan Hukuman"-nya Fyodor Dostoyevsky
dari Mbak Dewi : "The Road to Mecca"-nya Mohammad Asad dan "Tipping Point"-nya Malcolm Gladwell (katanya dua2nya best seller. Ok deh...)
dari Mbak Vidi/Mas Andri : Reprint Edition Life Magazine commemorative issue dari The History Channel, "John F. Kennedy Memorial Edition"
dari Cici : Al Qur'an mini, oleh2 dia umrah (quote : "warnanya biru"). Heeeh..ini buku yang paling mini, tapi paling berat bacanya.

Wah, gua nggak bakalan punya kesempatan untuk bengong di bus selama berangkat ke kantor... Apalagi pas macet. Atau mungkin..gua kena macet karena memang harus baca? Hehehe. Sekarang ini gua masih di tengah "Surat-surat Politik" Iwan Simatupang yang dipinjemin Pak Dhe, dan gua pingin nerusin "Barnaby Rudge"-nya Charles Dickens yang tertunda, walaupun sebenarnya masih kepingin baca "Negara Binatang", terjemahan Aus Suriatna dari "Animal Farm"-nya George Orwell itu.. Untuk membandingkan dengan versi Inggrisnya, soalnya gua baca sekilas gaya terjemahannya menarik.

Mal sehen..entah kapan selesai semuanya. Rasanya...seperti ada hujan buku!!

Wednesday, June 16, 2004

AGAIN, INDOTVWATCH

E-mail account gua dipenuhi e-mail dari milis indotvwatch. Kebanyakan isinya masih perkenalan, tapi banyak juga cercaan, ungkapan kekecewaan.. Akhirnya bisul itu harus pecah juga. Gua lihat kritikan itu lebih mengarah ke stasiun TV tempat gua kerja. Hm, stasiun ini sudah bikin gerah banyak orang.

Beberapa peserta milis sudah buat rencana kopi darat tanggal 2 Juli sebagai langkah awal pembentukan organisasi ITW itu, meskipun ada juga 1-2 orang yang skeptis. Pilihan tempat untuk kopi darat disebutkan di Bale Air. Walah, kok ya pas dekat kantor... Kalo lagi ada "perayaan" or sekadar iseng, gua sama temen2 kantor cukup jalan kaki ke sana. Memang suasananya cukup akrab dan menyenangkan untuk hang-out di udara terbuka, apalagi kalau malam lagi cerah2nya.. Anyway, seandainya organisasi itu memang terbentuk, kemungkinan besar gua akan memutuskan untuk tidak bergabung, tanpa meninggalkan milis. Terus terang, gua masih dan akan butuh milis itu untuk feedback. Demi hasil pekerjaan. Bisa dibilang gua bersyukur karena termasuk orang yang mencintai pekerjaannya tanpa harus jatuh cinta pada perusahaan. Meskipun saat melihat isi milis, gua jadi teringat pada hal yang gua alami sehari2. Jangan2 selama ini kita2 terlalu sibuk ngurusin hal teknis? “Gimana supaya telop nggak muncul saat iklan? Gimana supaya gambar nggak ‘jump’? Gimana supaya audio ‘mix’ bisa jadi ‘split’? Gimana menyingkat kalimat tanpa melanggar kaidah bahasa?” Dan gimana-gimana lainnya, sehingga akhirnya kita lalai, kita kerja ini sebenarnya dalam rangka apa.

Kemarin sore gua ikut orientasi yang diadakan divisi training HRD, soal marketing. Di situ kecurigaan jadi lebih terjawab, terutama mengenai tayangan2 nggak bermutu yang seliweran di TV tempat kerja gua. Orang departemen programming dan produksi sempat terpojok saat dipertanyakan mengenai kualitas produk tayangan. “Mbak programming” yang duduk di sebelah gua sampai membela diri, dia dan orang2 divisinya sering kali menegur production house, supaya membuat program nggak terlalu sadis, porno, norak, dlsb. Tapi produk seperti itu selalu ada. Dan pemasang iklan percaya bahwa rating program norak itu pasti tinggi. Bahkan ada peserta orientasi yang terang2an tanya, “Berapa sih setoran kita pada AC Nielsen?” Ujung2nya memang konsumen yang dirugikan. Sudah harus bayar, diajak hidup konsumtif, masih dicekokin hal2 yang nggak ada gunanya. Produk2 “jaga image” alias “jaim” yang mahal semacam film2 Hollywood harus digeser ke tengah malam, sebab kenyataannya nggak laku di mata pemasang iklan. Siapa yang peduli kalau penonton harus begadang lama2 nungguin film bagus?

Sometimes I get the sense of being alienated whenever my view is different from the popular view, but then again, what’s more important? They say that if you want to play safe, you have to play by the rule. But even rules are relative, aren’t they? Mirip yang dibahas Phillip C. McGraw di “Ten Laws of Life”. “There’s no reality, only perception.” Nah, gua suka cara pandang seperti ini. Dan gua percaya, sekecil apa pun hal yang terjadi, pasti ada alasannya. So I guess that depends on how we look at things. Lagian, kalo dalam diskusi semua berpendapat sama, untuk apa diskusi? Kalau nggak nyambung, mungkin referensinya yang beda. Mungkin ada yang bisa kita ambil dari situ? Gua cenderung netral jika ada konflik 2 kubu, tapi jeleknya, jadi seperti cari aman juga. Maunya gua berusaha toleran dengan semua pendapat, menghargai mereka yang ‘garis keras’ atau yang cuek. Sebab, kalau semua isi kepala sama, maka tugas manusia sudah selesai. ‘Mission accomplished. You may now go back to the base.’

Sebenarnya gua pun merasa nggak enak waktu rekan2 berbondong2 ke DPR untuk memrotes RUU Penyiaran, sedangkan gua nggak ikutan. Tapi gua nggak bisa mengabaikan konflik dalam diri sendiri. Kalau yang diprotes pembatasan operasi, mungkin itu terkait dengan modal yang sudah telanjur dikeluarkan untuk investasi stasiun TV. Tapi masalah kebebasan versus sensor, gua ragu. Sedangkan lembaga sensor yang ada selama ini saja kebobolan terus. Sepertinya TV sudah semakin longgar, kok. Jadi, nggak adil rasanya kalau gua ikut dalam sesuatu yang nggak gua yakini tujuannya. “Gua nggak percaya pada sistem,” itu saja alasannya. Dianggap nggak kompak juga nggak apa deh. Masalahnya, kalaupun ada aturan yang jelas pun selama ini tidak pernah dijalankan dengan baik. Dan celah itu dimanfaatkan benar2 oleh pihak yang profit-oriented. Kenapa celah itu bisa ada?

Salah satu staf bilang, terlalu naif jika mekanisme kontrol dan pendidikan anak2 diserahkan sama TV, orang tualah yang harus bisa membatasi waktu nonton TV. Untuk sementara, sebelum ada perubahan, gua pun setuju dengan dia. Mendingan keponakan2 gua yang masih kurcaci2 itu disuruh main sepeda atau manjat pohon, daripada nonton tayangan aneh. Jatuh lecet sedikit juga nggak apa2 deh…



Monday, June 14, 2004

INDONESIAN TV WATCH

Lewat satu milis ada undangan untuk ikutan milis Indonesian TV Watch. Muncul gagasan untuk membuat organisasi Indonesian TV Watch, tapi mungkin berhubung milis ini masih embrio, masih belum ada kesepakatan "mau dibawa ke mana". Gua sendiri join milis itu untuk mencari masukan dari para anggotanya soal TV, baik saran maupun kritik, sebagai mekanisme kontrol gua dalam bekerja dan mengikuti perkembangan kecenderungan orang terhadap TV. Lagian, gua sendiri juga prihatin melihat acara2 TV sekarang. Tapi, untuk gabung jadi anggota organisasi ITW itu? Sepertinya sulit, dan bisa menimbulkan konflik. Bisakah dibenarkan jika seseorang masuk suatu organisasi pengawas yang mengawasi teritorinya sendiri? Nanti nggak bisa objektif lagi dong.. Belum lagi kalau ada tuduhan tidak loyal terhadap perusahaan.. Ah, konflik. Akhirnya, untuk sementara gua putuskan tetap join milis itu, sambil mengikuti perkembangan. Toh organisasinya belum ada. We'll see..
LAGI-LAGI MASALAH TERJEMAHAN

Hiiii, gua suka gemes kalo ngeliat hasil terjemahan aneh2. Kayak film “The Big One” yang baru gua tonton kemarin itu. Asli, kalo pingin ngerti jalannya cerita, jangan baca subtitel terjemahannya deh. Gua nggak rekomendasi sama sekali. Ancur minah… Kok tega2nya sih...mempertaruhkan reputasi profesi? Apa karena nggak ada credit title? Kalau seperti itu hasilnya, mendingan nggak usah diterjemahin deh. Kan jadinya bikin gua “amazed” dan bertanya2, sebenarnya seberapa jauh sih penghargaan orang atas profesi penerjemah?

Jarang sekali orang menyadari, dalam penerjemahan apabila kita nggak ngerti satu kalimat aja, dalam kondisi tertentu akibatnya bisa fatal. Ini sering kali terjadi dalam penerjemahan idiom, dan idiom biasanya tidak tercantum dalam kamus “ecek2”. Atau buku teks untuk sekolah atau kuliah. Melenceng sedikit bisa bahaya.

Coba kita lihat buku terjemahan karya pengarang besar yang banyak beredar sekarang. Bener juga kata si Fajar (nih dia, oknum yang memperkenalkan gua sama Michael Moore). Sebagian buku lebih baik dibaca dalam versi bahasa asli. Gua setuju, antara lain supaya misi si penulis nyampe secara utuh, nggak teredusir atau tergeser.. Waktu gua ceritakan bahwa ada alumni seangkatan SMA gua sedang menerjemahkan “The Divine Comedy”-nya Dante Alighieri (ternyata tulisan abad 14) dan sudah 4 tahun dia ngerjain itu, Fajar kayaknya kurang sreg. Menurut dia, peminat tulisan seperti itu semestinya bukan orang yang nggak bisa bahasa Inggris. Artinya, pembaca karya2 begitu kan sangat tersegmen. Dan mereka mungkin lebih memilih membaca tulisan itu dalam bahasa Inggris, bahkan kalau perlu bahasa Italianya sekalian. Oke, dilihat dari sisi itu gua setuju. Tapi, ada sesuatu yang membuat gua nggak setuju “kenapa tulisan sebaiknya tidak diterjemahkan”. Alasannya, karena gua tahu persis, bahkan dari kalangan akademisi pun masih banyak yang kesulitan menerjemahkan jurnal sendiri dan butuh tenaga penerjemah. Lalu, kenapa bukan kemampuan berbahasa asing yang ditingkatkan? Untuk hal ini, gua bener2 nggak tahu jawabannya. Something is missing. Kenyataannya, sejak SMP, bahkan sekarang SD atau TK sekalipun, murid diajari bahasa Inggris. Orang2 segenerasi gua, kalo dihitung rata2 belajar bahasa Inggris di sekolah selama 7 tahun (6 tahun di sekolah menengah dan setahun di kampus). Tapi itu pun tidak menjamin kemampuan para lulusan.

Singkatnya, kalau kualitas pengajaran dan khazanah ilmu memang ingin diperkaya lewat karya2 asing, tidak bisa tidak, harus melalui proses penerjemahan. Dan si penerjemah memikul tanggung jawab besar dalam proses transfer itu. Bukan hanya pengetahuan bahasa, tapi juga penguasaan materi teks yang bakal diterjemahkan, mulai dari segi isi, tata bahasa, latar belakang (dalam teks ilmu pengetahuan, termasuk dasar teori), sampai dengan tujuan penerjemahan tersebut. Terjemahan jurnal sains misalnya, akan menggunakan gaya bahasa yang jauh berbeda dengan terjemahan katalog promosi perusahaan kosmetik. Terlebih lagi skenario film. Beberapa penerjemah yang gua kenal sampai “nggak berani” menerima job penerjemahan skenario sinetron dari bahasa Indonesia ke Inggris, karena sadar bahwa di situ tidak hanya dibutuhkan kemampuan teknis maupun imajinasi, tapi juga keakraban dengan slank.

Maka, jangankan pendidikan formal, penyebaran informasi lewat media seperti film model “The Big One” itu juga bakal gagal kalo cara kerja penerjemah masih “nanggung”.Lain halnya kalo patokannya “kejar tayang”. Kalo gini mah, sekali lagi, daripada merusak karya orang lain dan mengecewakan penonton, lebih baik nggak usah diterjemahin deh.... Bikin BT!

Saturday, June 12, 2004

Kenapa...ya, modem gua rusak? Uh..(scheisse). Maap, jadi angot.
Tapi nggak semua kabar menyedihkan. Jumat sore kemarin tim kantor gua berhasil jadi juara 1 final kuis-nya Radio One di Imperium. Dari iseng2, akhirnya 3 musketeer Echa, Ichan dan Fajar (plus Ade alias Wawan) meraih 2,5 jeti. Lumayan... Selamet ye, buat lo pade? Si Mpok tunggu traktiran kendurian, yee? Pan si Mpok ikutan jadi tukang tepokin elu pade, meskipun cuma setengah jalan (abis si bos Ayi udah nggak tahan pingin main bola, sih, jadi mobilnya kudu buru2 dibalikin...hehehe. coba kita culik tu mobil ya, Ndah?)
Hik, modem gua rusaaaak...

Tuesday, June 08, 2004

THE BIG ONE

Baru nonton “The Big One”-nya Michael Moore nih.. Sebenarnya film agak lama sih, di Indonesia dirilis akhir 2001, tapi ini barang langka dan baru ditemukan oleh adik gua kemarin. Thanks, Sist!

Di “The Big One” sempat diperlihatkan waktu Mike Moore ketemu chairman perusahaan pembuat sepatu Nike. Dia dikasih Mike tiket pesawat ke Indonesia, untuk lihat pabrik Nike (waktu itu). Si chairman ternyata belum pernah ke Indonesia, padahal pabriknya ada di sini. Didesak soal tanggapannya mengenai pemakaian tenaga kerja anak2 di Indonesia (14 tahun) dengan gaji 50 sen dollar sejam, dia juga nggak ngasih jawaban memuaskan. Bagi dia, uang bukan segala2nya. Yang penting, dia punya perusahaan sehat. Tapi, waktu Mike mendesak agar pabrik Nike dipindahkan ke Flint, Michigan (kampung halaman si Mike) karena di sana banyak pengangguran setelah General Motor ditutup, si chairman juga tetap menolak. “Orang Amerika nggak akan mau jadi pembuat sepatu,” katanya. Ucapan ini mengandung banyak makna. Bisa jadi, seperti kata dia, penduduk Flint mau jadi pembuat sepatu, tapi itu karena terpaksa, nggak ada pilihan lain. Atau, arti lainnya, di mata dia orang Indonesia mungkin akan bangga jadi pembuat sepatu. “Hei, sejak kecil gua bercita2 jadi pembuat sepatu di pabrik milik orang Amerika, dengan gaji 50 sen dollar sejam!!” Ada sisi lain yang diungkapkan Mike. Menurut dia, alasan lain pabrik Nike harus ditutup, karena kehadiran pabrik itu di Indonesia secara tidak langsung mendukung jalannya pemerintahan rezim puluhan tahun yang melakukan pembunuhan sekitar 200 ribu orang, setara dengan genosida. Di manakah pertimbangan kemanusiaan Nike, kok bisa2nya buat pabrik di negara yang katanya melanggar HAM, termasuk menganeksasi Timor Timur? Ditanya gitu, si chairman nggak bisa atau mungkin malas jawabnya. Ujung2nya, setelah desakan untuk memindahkan pabrik ke Flint itu gagal, Mike berhasil membuat chairman ngasih donasi jutaan dolar untuk murid sekolah di Flint! Way to go, Mike!

Meskipun bukunya laris dan ngetop di mana-mana, tapi si Mike tetap rendah hati. Waktu ada celetukan supaya dia mencalonkan diri jadi presiden, dia cuma cengar-cengir. “Apa yang bisa saya jadikan pesan? Supaya kalian makan lebih banyak? Jangan lah, saya ini contoh yang buruk!”

Sekarang banyak orang nunggu, kapan film "Fahrenheit 9/11" beredar. Setelah dapat Palm d’Or di Cannes 2004, si Mike makin tenar dan makin banyak pendukung (nih orang bikin salut!! Bener2 konsisten kalo kerja dan ngumpulin info). Sayang, ada hambatan distribusi. Selain alasan politis, mungkin juga karena dia semakin punya banyak ‘musuh’ di Hollywood dan dianggap 'menghambat' mekanisme bisnis Hollywood. Padahal dia kepingin filmnya beredar sebelum pemilu AS bulan November 2004 nanti. Ya sutra lah, kalau memang masih harus menunggu...

Sunday, June 06, 2004

KUAT DAN TEPERCAYA

Mau milih siapa ya tanggal 5 Juli nanti? Jadi ragu nih milih atau nggak.. Gimana, ya? Dari sekian calon, kelihatannya nggak ada yang masuk kriteria gua. Padahal, katanya, sebagai warga negara yang baik, kita harus menggunakan hak pilih, termasuk memilih pemimpin, meskipun dia hanya “yang terbaik dari yang terburuk”.

Dari sekian kriteria bagi pemimpin, menurut Quraish Shihab di “Lentera Hati”, minimal seorang pemimpin harus kuat dan tepercaya. Hm, seru juga nih ngeliat capres-cawapres yang sekarang. Sekarang, coba bayangin tongkrongan mereka satu per satu...

+ Kalo soal kuat, kayaknya nggak ada yang diragukan lagi deh..
- Kuat jalan?
+ Pasti.
- Kuat makan?
+ Jelas.
- Kuat begadang?
+ Rajin kuliah, masa’ nggak pernah begadang..
- Kuat ngomong?
+ Politisi kalo nggak ngomong, terus mau makan apa?
- Kuat narik becak?
+ Terbukti.
- Kuat di tempat tidur?
+ No comment lah.. Eh, lo salah alamat nih, tanyanya ke pasangan masing2 dong..
- Terus, masa’ kuatnya di segi fisik semua, Om? Nggak imbang dong. Jadi orang harus objektif, gitu.
+ Dari segi mental, wah, mesti panggil psikolog kayaknya. Gua kurang paham. Tapi, mereka kalo tampak luar sih sopan2 semua, berani, waras, ramah, full senyum, setia kawan.. Mudah berteman. Buktinya, gandeng sana-gandeng sini.. Cium sana, cium sini. Mesra bow, bikin cemburu.
- Antikorupsi nggak, Om?
+ Semua sih ngakunya begitu. Lagian, pasti sudah ada screening, kok.
- Kok percaya begitu saja? Memangnya yang melakukan screening sudah di-screening?
+ Tanya melulu lo, kayak tamu. Gini aja deh, mereka itu kan bukan orang sembarangan. Relasi dan temannya banyak, tapi saingan pun juga banyak. Apalagi pengusaha, kalo mentalnya nggak kuat, nggak mungkin sukses. Terus tentara, mana ada orang bermental loyo mau jadi tentara?
- Ya juga, ya.. Terus kalo tepercaya, gimana, Om?
+ Kok lo dari tadi manggil gua “om”, sih? Gua cewek, tahu!
- Enakan manggil om, biar lebih akrab. Lagian kalo manggil tante, nanti gua dikira brondong.
+ Sok imut banget lo.. Brisik lagi. Mau tahu nggak siapa yang gua percaya dari mereka semua?
- Ho’oh. Siapa?
+ Gua nggak tahu. Kepercayaan itu nggak bisa diukur, karena terkait dengan perasaan.
- Ah, kalo gitu, perasaan lo, siapa yang bisa dipercaya?
+ Itu dia.. Gua takut terkecoh lagi sama perasaan gua. Kebanyakan main perasaan sih.
- Susah ya jadi perempuan…
+ Apa hubungannya? Milih itu kan memang pakai perasaan. Mana mungkin lo milih sekolah nggak pakai perasaan. Milih pekerjaan nggak pakai perasaan. Milih istri nggak pakai perasaan. Milih baju aja pakai perasaan. Ayo mau ngomong apa?
- Tapi ini masalah urgen. Skala nasional! Menyangkut harkat hidup orang banyak!!!
+ Lo ini gimana sih? Justru itu. Kita harus lebih hati2 menentukan pilihan, dipikir masak2, jangan asal tembak.
- Coblos, maksud lo?
+ Rese lo, kebanyakan protes.
- Ya sudah lah. Kesimpulannya, gua jadi ikut bingung milih presiden.
+ Sejujurnya sih, ada capres yang gua nilai bagus, tapi kok milih cawapres-nya nggak seimbang. Giliran cawapres bagus, capres-nya yang gua nggak sreg.
- Kita cari kriteria lain deh, bego2an. Eh, jangan2 banyak yang milih dengan kriteria begini, saking nggak tahu musti milih siapa. Lagi2 fisik.. Yang ganteng aja deh.
+ Hah?
- Ya lah.. Masak sih, lo nggak mau punya pemimpin ganteng. Kayak Putin yang gagah atau Koizumi yang funky itu.. Jadi, kalau foto bareng presiden lain kan nggak malu2in.
+ Lo kok sekarang jadi berubah orientasi gitu? Tapi bener juga, ya… Tapi yang mana? Kalo ada yang ganteng mirip2 Kiefer Sutherland boleh juga sih.. Atau Bang Rizal Mallarangeng yang sumringah dan kalo ngomong loncer itu.. kikikikikik…suit-suit..!
- Tuh, kan? Lo kan akhirnya bisa juga nyoblos pakai kriteria bego tadi.
+ Manusia tuh nggak ada yang sempurna, Cing. Nggak ada. Mustahil kita ngaku diri kita paling ini-paling itu. Jujur aja apa adanya.
- Gua ngerti kok maksud lo. Presiden juga manusia, jadi boleh salah, asalkan bertanggung jawab. Gitu kan arah omongan lo? Terus, jadinya lo milih siapa dong?
+ ……….Wah, gua nggak bisa ngomong.. Nanti nggak rahasia lagi dong…
INISIAL

Menurut Mbak Yuni, doi kurang suka kalo di blog ini gua pake inisial. Kesannya kayak tersangka di koran2 itu... Gimana ya, Mbak.. Demi stabilitas nasional, hehehe.. Gua pasang inisial karena permintaan yang bersangkutan atau memang dari tulisan aslinya udah begitu. Nggak ada maksud lain, kok, asli!

Thursday, June 03, 2004

I've just found out that it could take more than fifteen years to forgive and forget a mistake. How awful.. And to think all this time that I was forgiven.. Guess you'll never know how sorry I am.

Tuesday, June 01, 2004

BOGOR KOTA INDAH SEJUK NYAMAN..?

Bogor kota indah sejuk nyaman
bagai bunga di dalam taman
banyak dikunjungi wisatawan
sungguh menarik perhatian
di sana aku dilahirkan
dan aku dibesarkan di kota indah serta nyaman
di sana aku dilahirkan
dan aku dibesarkan di kota kesayangan


Waktu masih TK, guru gua yang namanya Bu Norma sama Bu Tati, sering banget ngajak murid2nya nyanyiin lagu itu. Kurang lebih sih liriknya begitu.. Tapi kebenaran lirik itu? Kayaknya luntur..

Bogor udah nggak senyaman dulu lagi, jelas. Dari udara yang udah nggak sedingin dulu, air juga nggak selalu bening (bahkan, setelah hujan, warna air PAM kadang keruh seperti tercampur tanah. Padahal syarat air bersih itu kan "tanpa warna, tanpa rasa, tanpa bau"). Apa lagi ya? Jorok. Bogor sekarang jadi kota jorok. Padahal dulu empat kali dapat penghargaan Adipura sebagai kota bersih. Gua inget, waktu penghargaan itu diarak keliling Bogor, seluruh anak2 sekolah disuruh berhenti belajar, terus berdiri di pinggir jalan nungguin Adipura lewat. Dulu gua masih SMA, dan herannya kok kita nurut2 aja disuruh berdiri jejer2 gitu. Kalo dipikir, norak juga.. Padahal kan, mendingan jalan-jalan ke mana..gitu. Nah, setelah Adipura keempat, Bogor jadi jorok. Akhirnya gagal mendapatkan Adipura yang kelima (namanya Adipura Kencana kalo nggak salah). Setelah itu tambah parah, sampai sekarang..

Masalah lain yang muncul, semakin padatnya jumlah penduduk. Heran, orang kayaknya datang dari mana2 terus, kok dapat aja tempat tinggal di Bogor. Padahal Bogor itu kecil. Yang luas itu kabupatennya. Kata dosen Tata Kota gua dulu, Kodya Bogor sendiri udah mentok. Nggak bisa dimelarin ke mana2. Akhirnya perumahan tumbuh menjamur di kabupaten. Kabupatennya sih lumayan makmur lah.. Banyak industri. Mulai dari pabrik kecap, underwear, kamera, tekstil, pakan ternak, sampai kerajinan tas, sepatu dan makanan. Semua ada. Kaya juga ternyata Bogor ini? Jadi kepingin tahu, berapa banyak penerimaan pajak dari UKM saja di Bogor. Mungkin bisa tanya ke temen gua si Ojox yang kerja di Pajak. Pemasukan lain yang nggak kalah banyak (yang keliatan sih..) dari iklan. Gua udah puyeng dah ngeliat billboard dan papan reklame yang nggak beraturan di sepanjang jalan raya di Bogor. Bahkan begitu orang masuk Bogor dari tol Jagorawi, papan reklame se-gede2 gaban udah menyambut di depan mata. Nggak indah banget sih? Nggak ada estetika atau paling nggak menunjukkan niat untuk tampil well-groomed sebagai kota wisata. Kalo Raffles ngeliat Bogor sekarang, gua yakin dia nangis2. Atau Gubernur Jenderal yang dulu bikin istana peristirahatan di Buitenzorg. Bingung kali ye, lihat angkot segitu banyak dan nggak ada aturannya. Gua yakin, sebenarnya penduduk Bogor masih banyak yang cinta dan memiliki sentimen tertentu sama kotanya. Tapi kekuatan uang memang menyilaukan dan sulit dilawan. Niat mengembangkan kota dengan membangun dan membangun tanpa perencanaan matang dan infrastruktur memadai, menjadikan Bogor seperti rumah di atas pondasi goyah. Ah, Bogor itu mungkin 'hanya' skala kecil dari realitas yang ada, gitu kata orang. Sudah umum kok..di Indonesia begitu. Sayang sekali, kota Bogor yang senyaman dulu sudah nggak ada lagi.

Setelah sekian lama, gua baru tahu kalo ternyata milis kota Bogor meriah banget.. Menyenangkan, di milis itu baru berasa kalo "small town mentality" itu ternyata masih ada dan memang kadang diperlukan. Sementara ini sih gua cuma baca posting2 aja, soalnya gua ngerasa ketinggalan banget kabar kota gua ini. Bayangin, wali kotanya aja gua sampe lupa, siapa yaa? Ternyata banyak yang nggak gua tahu tentang sekitar gua sendiri. Milis ini bisa dibilang milis paling aktif yang pernah gua ikutin. Ya ampun..orang Bogor itu bawal, eh, bawel2 banget. Ada aja yang diomongin. Mulai yang cuma mau jualan motor, jual rumah, kasih les piano (namanya juga usaha...), ngomongin sampah, angkot sampai feeder bus yang diprotes pengusaha angkot 09 dan 16, karena katanya ngerebut trayek kedua angkot itu. Ujung2nya, feeder bus yang cuma 2 unit itu nggak boleh operasi lagi...

Terlepas dari berbagai gosip yang beredar, yang dirugikan lagi2 penumpang commuter alias yang tiap hari 'ngelaju Jakarta-Bogor. Mereka yang tadinya udah enak2an nggak usah mikirin si bedebah macet itu di Jakarta, kepaksa menunda dulu kegembiraan itu. Sedih juga sih gua, kehilangan alternatif angkutan buat pulang.. Kalo pagi sih memang...gua nggak bakal bisa ikutan. Karena, berangkatnya pagi2 bener dari Bogor. Kalo gua ikutan juga, bisa2 nggantiin satpam kantor tiap pagi. Makanya gua cuma pernah naik feeder pas pulang, itu juga pas ketemu karena nggak tahu persis jamnya. Tapi, waktu naik itu, berasa banget deh nyamannya.. Orang mau baca, mau tidur, dengerin MP3, mau nglanjutin kerja atau nge-browse di laptop juga bisa. Mau pacaran juga bisa, asal nggak malu diliatin satu bus, hehehe... Entah kenapa, begitu gua naik feeder, suasana di dalam bus kayaknya udah bukan di Jakarta lagi. Nggak berisik dan bikin was-was lagi. Gua cuma ngerasa tenang, aman dan..pokoknya aman lah. Memang sih, "berasa" juga tarifnya yang 10 ribu sekali jalan itu. Kalau pulang-pergi, orang harus menganggarkan minimal 20 ribu perak hanya untuk bus. Tapi, banyak commuter yang menganggap bahwa itu masih jauh lebih baik daripada harus naik-turun bus, jalan menuju halte atau kelelahan karena nyetir sendiri. Pokoknya tinggal duduk manis, sampe deh di Bogor. Menurut yang empunya bus itu, dia berbekal izin operasi dan petisi dari berbagai kalangan (termasuk peserta milis) sudah berusaha urun rembug dengan Pak Wali Kota Bogor, Organda, DLLAJR dll untuk menemukan jalan keluar masalah ini, tapi hasilnya belum ada. Jadi calon penumpang sekarang masih H2C, harap2 cemas. Ah, nggak lah. Ngapain cemas. Mungkin yang cemas si empunya bus itu, karena udah invest sekian rupiah untuk kedua bus. Atau pengusaha dari PO lain, yang kepingin berbagi lahan feeder juga. Sebagai commuter, gua sih cuma berharap, masing2 pihak memberi usulan dengan itikad baik dan melihat kepentingan orang banyak, dan nggak berpikir dengan scope lokal Bogor aja (apalagi kalo udah bawa2 arogansi..duh, yang kayak gini mending balik ke zaman dinosaurus aja dah. Hari gini masih ngegedein ego. Minta digibeng).

Terakhir, hehehe...karena dua hari lagi kota gua tercinta ini ulang tahun, kayaknya gua ngerasa perlu mencantumkan link-nya. Mangga lah... Siapa tahu ada yang mau nge-browse dan cari2 keunikan Bogor. Selamat ulang tahun, Kotaku.
THE HEAVEN OF PEUCANG
(lanjutan - sumbangan AMGD)


Hampir 3,5 jam kami naik perahu tampaklah didepan sebuah pulau kecil dengan pantainya yang indah..ya itulah Pulau Peucang yang selama ini hadir dalam impian kami namun sekarang jadi kenyataan yang hadir didepan mata. Perahu segera ke tepi dan merapat ke dermaga kecil untuk segera menurunkan kami semua. Kami semua begitu senang, hingga tak buru-buru ke cottage namun foto-foto dulu di dermaga kecil itu bak foto model yang sedang mengadakan pemotretan. sudah hampir maghrib kami tiba disana hingga kami langsung menuju ke penginapan untuk berbincang-bincang dan makan malam. Posisi villa yang menghadap ke lapangan bebas membuat kami bebas memandang monyet-monyet yang berkeliaran, kijang, rusa dan biawak yang sedang bermain-main. Asyik sekali memang..kami dan beberapa teman pun bermain-main dengan rusa yang kelihatan jinak tersebut. Malam hari kami banyak bercerita dengan Bang Pinor dan rekan-rekan disana mengenai Badak bercula satu. Konon ceritanya hewan ini adalah satwa satu-satunya didunia yang ada di Ujung kulon dan masih tersisa sampai saat ini. Diperkirakan jumlah badak bercula satu ini hanya sekitar 40 - 60 ekor yang tersebar di taman konservasi Ujung Kulon. Tidak gampang untuk dapat bertemu dengan hewan ini karena badak bercula satu ini punya penciuman dan pendengaran yang sangat tajam. Menurut bang Pinor, "Hewan ini bisa mencium keberadaan manusia dalam radius 500 meter". Para peneliti harus menghabiskan waktu berhari-hari untuk bertemu dengan hewan ini, itupun kalau beruntung. Badak dewasa panjangnya rata-rata 6 - 8 meter dan beratnya antara 700 kg - 1000 kg. Karena beratnya ini jejakan kaki dan lengusannya pun bisa terdengar dari jarak ratusan meter. lagi-lagi tidak ada yang bisa kita katakan..hanya luar biasa...pantas saja perhatian masyarakat dunia khususnya yang peduli akan kelestarian hewan ini sangat concern sekali. Mari kita dukung gerakan pelestarian badak ini..!!

Minggu ( 05 oktober 2003 ) pagi-pagi sekali kami segera menyeberang lagi ke Cidaun yang terletak di Ujung kulon berhadap-hadapan langsung dengan Pulau Peucang. Bedanya kalau Cidaun tergabung dengan Pulau Jawa tapi kalau Peucang terpisah dengan P.Jawa ( lihat peta ). kami hanya menempuh 10 menit untuk sampai ke Cidaun, dan perjalanan ke dalam diteruskan dengan jalan kaki dengan dikawal oleh Jagawana ( Polisi kehutanan). Rata-rata tanaman yang ada di dalam hutan ini adalah tanaman yang berduri hingga nama lain dari hutan ini dikatakan dengan hutan berduri. Kurang lebih 300 meter berjalan ke dalam sampailah kami di savana ( padang rumput ) tempat berkumpulnya para hewan-hewan. Pagi itu terasa sepi, namun kami masih beruntung masih ada puluhan banteng yang bermain-main disitu. Tapi tak lama kemudian mereka bubar karena ternyata bisa mencium kehadiran rombongan kami. Sesaat setelah mengelilingi savana kemudian kamipun kembali ke Pulau Peucang untuk mandi dan berenang di tepi pantai.

Jam 10.00 ( Minggu, 05 Oktober 2003 ) kami pun bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta. Rupanya angin selatan dalam perjalanan pulang kali ini lebih dahsyat dari perjalanan berangkat kami. Ombak dan angin yang menjadi satu membuat perahu jadi basah kuyup termasuk penumpangnya. kami pun hanya bisa diam menahan rasa takut dan tegang akan keganasan air laut ini. Perahu naik turun tak beraturan seiring dengan deburan ombak yang tak mengenal kompromi ini. hampir 3 jam kami melawan ombak yang membuat jantung kami semua hampir tak berdetak. Akhirnya setelah melewati ganasnya angin selatan yang membawa ombak daratan Paniis mulai kelihatan dan ombak perlahan-lahan mulai tidak ada. Perasaan lega dan bahagia menghinggapi hati kami semua seiring dengan pasir putih Paniis yang kelihatan dari jauh. Sebelum perahu merapat ke pantai kami semua pun terjun ke laut kemudian berenang ke tepi untuk merayakan perjalanan ke Pulau Peucang yang asyik dan menegangkan. Perjalanan ini akan kami kenang selamanya....

Peucang sebuah epos keindahan yang tidak terlupakan...
I left my heart in Peucang......

AMGD