Monday, April 19, 2004

Di Ranjang Kematian

Pergilah, baringkan kepalamu pada bantal, jangan ganggu aku;
biarkan aku luluh, letih akibat perjalanan malam ini,
terus menggeliat dalam alunan hasrat hingga subuh tiba.
Tinggallah dan jadilah seorang pemaaf,
atau, bila kau suka, bersikaplah kejam dan pergi.
Kabur dariku, jauh dari kesulitan;
ambillah jalan aman, jauh dari bahaya ini.
Kita telah merayap ke sudut derita ini,
memutar kincir air dengan aliran air mata.
Sementara seorang tiran berhati batu membantai,
dan tak seorang pun berkata, “Bersiaplah membayar uang tebusan.”
Kepercayaan pada raja timbul dengan mudah di saat-saat indah,
tapi yakinlah sekarang dan bertahanlah, kekasih yang pucat.
Tak ada satu pun penawar sakit ini kecuali ajal,
Lalu mengapa aku harus berkata, “Sembuhkan sakit ini”?
Dalam mimpi semalam kulihat
seorang tua di taman cinta
berisyarat dengan tangannya, berkata, “Kemarilah.”
Di jalan setapak ini, Cinta bagaikan jamrud
hijau nan indah penangkal keji, aku lupa diri.
Jika kau terpelajar,
bacalah kisah klasik,
sejarah perjuangan manusia
dan jangan berhenti pada syair cukupan.

Judul Asli : "On the Deathbed" by Rumi

Thursday, April 15, 2004

MIND OPENER #2
(sumbangan pemikiran dari AC)


Media is a very powerful weapon for modern people today. But, do you realize how powerful it is? Even military weapon is just a piece of cake compared to it. Saya bukan sedang menghujat media, tetapi menuding orang2 yg menggerakkan media tsb yg nggak punya visi dan paradigma (dimana salah satu paradigm content adalah moral, yg sebaiknya didasari oleh agama).

Saya sampai melakukan riset kecil2an utk membuktikan hipotesa tsb. dan setelah 10 tahun ternyata hasilnya masih belum bergeser banyak.

I am working in the marketing field. What is the basic marketing paradigm ? To identify and to fulfill the consumer (market) needs, right ? Everybody knows it. But, what I’m talking about is much bigger than that. Kita nggak bisa bicara marketing cuma menyangkut 4 P lagi (Product, Price, Promotion, Place). Menurut Kottler malah udah 6 P (Public Relation, Power), bahkan ada yg bilang 7 P (Politics). Sebenarnya kasus spt ini tdk hanya terjadi di negeri yg makmur, gemah ripah, loh jinawi ini saja. Di seluruh dunia pun terjadinya spt ini, apalagi di AS sana, sebagai biangnya kapitalis. Disiplin pemasaran mengatakan, suguhkanlah apa yg dibutuhkan masyarakat, maka kamu akan sukses. Paradigma ini secara sengaja dibalik oleh para kapitalis – justru karena mengetahui selera pasar (consumer lifestyle). Mereka tahu bhw konsumen memiliki berbagai kebutuhan, tapi mereka juga tahu konsumen banyak keterbatasannya, mau tv 20 inch duitnya cuma cukup utk beli tv 14 inch. Mau beli motor Honda Supra, duitnya cuma cukup beli motor Sanex. Begitu juga dgn program tv. Nah, bagaimana dgn pendapat ahli2 pemasaran bhw pemasaran yg baik adalah yg mengikut trend di masyarakat? Pernyataan itu memang ada benarnya, tapi saat ini mungkin hrs dipertanyakan lagi. Karena sering2 trend itu timbul bukan krn perubahan selera masyarakat, tetapi krn diciptakan. Siapa yg menciptakan? Ya si kapitalis2 itu. Lalu bagaimana dgn peran media? Nah, disinilah peran crucial media utk menciptakan trend tsb. Perubahan selera masyarakat dgn gampang diubah, produk atau tokoh dgn gampang dibuat jadi trendsetter oleh media. Ngerti kan bagaimana Inul yg suaranya pas2an dibuat jadi trendsetter? Dosa siapa itu hayo? Ujung2nya GRP (gross rating point) juga, ujung2nya duit kok. Forget about vision, about paradigm, about moral.

So, thinking about it, I am proposing a simple success formula for you. If you have or create a fine product (P), don’t bother about the next three Ps, just look for other 2 Ps (PR & Power). Saya bukan ngajarin yg jelek lho? Justru utk menjadi trendsetter, kedua P itulah yg lbh diperlukan, the other 3 Ps will come later on. Inget gimana suksesnya Dewi Lestari kan? Saya baca bukunya kurang sreg sebenarnya, tapi lihat kesuksesan pemasarannya, hebat kan?

Catatan : dicuplik dari obrolan di e-mail



Tuesday, April 13, 2004

ABOUT VINCENT #1

Kamu pernah nonton atau dengar kisahnya Van Gogh? Dia bilang, "A profession is not what brings you your weekly paycheck. A profession is your duty on earth. With such passion and intensity, it becomes a spiritual calling". Kerja itu ibadah. Maka di mata saya dia "Islam", terlepas dari kisah hidupnya yang penuh masalah (patah hati berkali2, lukisan nggak pernah laku, hidup bersama wanita penghibur yang mengandung bayi pria lain, lalu sakit jiwa dan bunuh diri dengan pistol). Dia tidak diterima di gereja mana pun untuk menjadi pendeta, karena selalu menimbulkan perselisihan dan dianggap keras kepala. Diputus kontrak oleh gereja setelah hidup melarat bersama2 pekerja tambang (tidur di lantai setelah memberikan kamarnya pada nenek2 sakit). Sebab kata atasannya "A servant of God must have dignity". Dia merasa dia hidup untuk mengabdi. Etos kerjanya tinggi. Hebatnya, meskipun selama dia hidup lukisannya mungkin cuma laku satu, dari 700 lukisan, tapi setelah wafat kisah hidupnya menimbulkan inspirasi orang2 setelah dia, bukan hanya sesama pelukis tapi juga penulis lagu dan buku. Dia meninggalkan begitu banyak kebaikan, saya luar biasa kagum mendengar kisah hidupnya. Itu persepsi saya tentang orang baik, bukan cuma ibadah ritual.

Monday, April 12, 2004





AIN'T BITCHIN'

So what if Iwanted to talk about serious things? What is so harmful about being serious once in a while? I can’t go on pleasing every man everyday, living up to their version of “being a lady”. I can’t be as fragile as they thought I would be, dealing with a situation like this. Are they threatened by my consciousness? My awareness? How dare you telling me what to think? Can’t stand getting confronted by a mere woman just because she’s a woman? Well, screw you, get out of my way! I have no interest in comforting you in the first place!

Maybe you think that being serious is only for unattractive women..or lesbians! Sure, you apparently think that no lady should think about heavy-duty major problems, because it will only make their skin wrinkle and wiping away their smile of their sweet lips. Not to mention scary tones and widened eyes everytime they try to make their point. And those eyebrows, you remember how they seem to grow thicker everytime those fine ladies raise their voices. How you hate that to happen!
Here’s the deal. You men have made all the wrong decisions. They just seem right because you’ve covered them all up. Why don’t you ask women for help? Shouldn’t we be compatriots? Shouldn’t we be partners? Admit it, you need us. Again, YOU NEED US. And, you. Stop being a jerk for a moment and let this “fine lady” help you. It won’t hurt, I promise you. Well, maybe only your pride, Caveman.
Hari Sabtu, pagi-pagi si E udah SMS. Katanya ada yang nawarin dia masuk tim suksesnya Prabowo. E tertarik sama visi dan misinya, tapi belum ada panggilan hati, katanya. Gua jawab aja. Visi dan misinya gua nggak kenal, tapi memang dia iklannya di tivi paling bagus. Ganteng lagi :). Terus gua harus buru2 siap2 ke kantor.. Harus set up komputer2 baru untuk sistem baru.
Gua nggak apatis, kok, E. Cuma emang lagi nggak mood bahas itu. Lagian gua bingung, harus kudu selametin lo atau apa nih? Lo seneng apa sedih sih?

Friday, April 09, 2004

MIND OPENER #1
(sumbangan dari AC)

Things that most Indonesian people lack of are vision and paradigm. That’s why not only TV people but almost in every segment of the society do what they do without any vision or based on strong paradigms. It is a pity, isn’t it ? So, what we see everyday on the TV, magazine, newspaper, or other kind of media, are just only results of how bad we do our jobs. Film2 norak dan nggak membumi merupakan hasil karya asal2an dari orang2 yg nggak punya visi atau paradigma asal2an juga. Didorong lagi oleh kekuatan kapitalis yg terus2an menarik orang2 tsb utk berpikir & bertindak sbg ‘money animal’. Ram Punjabi tahu persis kalo dia jualan sampah, tapi menurut saya bukan karena masyarakat yg ingin mengkonsumsi sampah makanya produknya si Punjabi jadi laku tetapi krn sampah itu dijadikan maincourse oleh si kapitalis, kenapa? Karena prinsip ‘maximize profit and minimize cost’. So, what is happening is bukannya krn masyarakat seneng sampah makanya disuguhin sampah, tetapi sebaliknya sampah adalah produk yg paling murah dan mudah bikinnya. It’s easier to mess up than to clean up your room, right? Akibatnya, bukannya produk yg mengikuti selera masyarakat, akan tetapi masyarakat yang terpaksa nggak terpaksa mengikuti selera si kapitalis, ya makan sampah. Kan, fenomena ini sama persis dgn kasus lagu2 Rinto Harahap jaman dulu. Orang bilang masyarakat kita seneng lagu2 cengeng, krn itu Rinto kasih lagu2 cengeng. Tapi yg terjadi adalah sebaliknya, kita dicekokin terus sama lagu2 cengeng itu, sampai lama2 kita jadi suka. Kenapa Rinto bikin lagu cengeng? Abis murah sih, gampang lagi bikinnya (menurut pengakuan dia, sehari bisa jadi 3 atau 4 lagu, gila nggak?). And that’s what we call industry. Itulah segi negatifnya dari industri, industri apa pun.

Tapi apa iya, industri selalu begitu ? Nggak kok. Kamu pasti hafal dong sitkom2 Amerika. Coba dikalkulasi berapa sih biayanya ? Setahu saya ‘The Huxtable’ atau ‘Growing Pain’ sangat murah, and yet they got a phenomenal success. Dan juga banyak sitkom2 lain. Kuncinya apa sih? Kalo’ saya nariknya gampang, yaitu visi yang jauh ke depan dan paradigma yang kuat.

Actually, the situation is not as bad as we thought. There are always breakthrough to make.

Catatan : Dicuplik dari obrolan di e-mail

Thursday, April 08, 2004

SEANDAINYA HIU ADALAH MANUSIA

“Seandainya hiu adalah manusia,” tanya gadis kecil putri pemilik rumah yang disewa Tuan K, “apakah mereka akan bersikap lebih baik pada ikan-ikan kecil ?”

“Pasti,” jawab tuan K.

“Seandainya hiu adalah manusia,
mereka akan membangun kandang-kandang yang kokoh di dalam laut bagi ikan-ikan kecil, dengan aneka bahan makanan di dalamnya, nabati maupun hewani. Mereka akan memperhatikan agar kandang-kandang itu selalu berisi air segar, dan akan memenuhi segala persyaratan kesehatan. Misalnya, jika seekor ikan kecil terluka pada siripnya, maka akan segera dibalutlah lukanya, sehingga ia tidak mati meninggalkan hiu-hiu sebelum waktunya.

Agar ikan-ikan kecil tidak bermuram durja, maka sesekali diselenggarakanlah pesta pora dalam air; karena ikan-ikan kecil yang gembira akan terasa lebih lezat daripada ikan-ikan kecil yang murung.

Tentu saja di dalam kandang besar itu juga ada sekolah-sekolah. Di sekolah, ikan-ikan kecil akan mempelajari cara berenang yang baik dalam rahang hiu. Mereka akan diajari, betapa paling hebat dan paling eloknya si ikan kecil jika ia rela berkorban, dan betapa mereka harus memercayai para hiu; terutama jika hiu-hiu itu berkata bahwa mereka hanya akan selamat di masa depan jika mereka belajar untuk bersikap patuh. Terhadap semua kecenderungan yang rendah, materialistis, egoistis dan marxistis, ikan-ikan kecil harus bersikap waspada dan segera melapor pada para hiu, jika melihat salah satu dari ikan-ikan kecil menyiratkan kecenderungan seperti itu.

Seandainya hiu adalah manusia,
tentu mereka juga akan menggagas peperangan di antara ikan kecil, agar mereka menjajah ikan-ikan jenis lain dan menguasai kandangnya. Para hiu akan membiarkan ikan-ikan kecil miliknya memimpin peperangan. Mereka ajari ikan-ikan kecil, bahwa di antara mereka dan ikan-ikan kecil kepunyaan hiu-hiu lainnya terdapat perbedaan yang teramat besar. Para hiu akan mengumumkan bahwa ikan-ikan tersebut diketahui tuli, tapi mereka membisu dalam bahasa-bahasa yang sangat berbeda, sehingga tidak akan mungkin memahami satu sama lain. Setiap ikan kecil, yang dalam peperangan berhasil membunuh sejumlah ikan kecil lain yang memusuhinya dalam kebisuan bahasa yang asing, akan disemat dengan tanda jasa yang terbuat dari ganggang laut dan dianugerahi gelar pahlawan.

Seandainya hiu adalah manusia,
mereka tentu akan menyediakan kesenian. Akan ada lukisan-lukisan cantik yang di dalamnya terpampang taring-taring hiu berwarna indah, menggambarkan rahangnya sebagai taman hiburan yang suci, tempat untuk bermain ke sana-sini dengan mewah. Sandiwara dasar laut akan menunjukkan, bagaimana ikan-ikan kecil yang gagah berani berenang-renang di dalam rahang hiu dengan gembira, dan musik pengiring begitu merdunya, sehingga ikan-ikan kecil, di antara kemerduan orkestra di depannya, akan berbondong-bondong masuk ke dalam rahang hiu dalam lamunan dan buaian pikirannya yang paling nyaman.

Tentu saja juga ada agama, seandainya hiu adalah manusia.
Para hiu akan mengajari, bahwa ikan-ikan baru bisa memulai hidup dengan sempurna jika mereka telah berada di dalam perut hiu.

Selain itu, seandainya hiu adalah manusia, semuanya akan berakhir jika semua ikan kecil memiliki kedudukan yang sama, seperti sekarang. Maka, beberapa dari mereka akan dijadikan pejabat dan diberi kedudukan di atas yang lain. Bahkan sebagian ikan yang lebih besar diperbolehkan memangsa ikan-ikan yang lebih kecil. Hal ini menguntungkan para hiu, karena mereka sendiri jadi lebih sering mendapat mangsa yang lebih besar. Dan ikan-ikan yang besar dan memiliki jabatan itu akan mengatur di antara ikan-ikan kecil, siapa-siapa yang menjadi guru, pegawai, insinyur dan seterusnya, di dalam kandang.

Pendek kata, di dalam laut benar-benar baru akan ada kebudayaan, seandainya hiu adalah manusia.”

CATATAN :
Tulisan ini diterjemahkan dari buku teks pelajaran bahasa Jerman. Aslinya karangan Bertolt Brecht "Wenn die Haifische Menschen wären". Begitu baca dan membahas pertama kali di kelas, gua langsung tertarik dengan gaya bahasanya yang sharp dan cenderung sinis. Gua pribadi melihat, isi tulisan sedikit banyak ada kemiripan dengan kondisi di Indonesia (meskipun ada rentang waktu jauh, juga perubahan iklim politik dengan masa tulisan ini dibuat). Ini bagus untuk bahan pemikiran, makanya gua pakai untuk belajar penerjemahan, nggak bosen biarpun sampai berkali-kali revisi...

Sunday, April 04, 2004

Sehari Setelah Kampanye

Iwan : Selamat pagi, Kak B. Mau susu?
KB : Pagi, Wan. Mau dong… Biasa nih, hari Senin. Abis kena macet tadi suntuk banget.
Iwan : Ya, ya..
KB : Gimana, Wan? Kemarin ikutan kampanye? Seru, ya?
Iwan : Ikutan lah, lumayan dapet 30 rebu.
KB : Oh, dikasih duit juga ya. Lumayan dah kalo gitu. Belum kaos, topi.., ya, Wan?
Iwan : Yah. Terus masih dapet makan siang juga. Pergi-pulang dianter. Ya…ngerame2in aja, lah. Daripada di rumah. Bareng2 gitu…
KB : Emang ke mana aja? Di Sawangan aja atau ke Jakarta?
Iwan : Sampe Bogor, Kak. Ke deket Semplak gitu. Berangkat kite pan jam 9. Pulang sekitar jam 4-an lah. Kan sama2, serombongan naek truk.
KB : Cukup lah ya, Wan, muter2 seharian dapet 30 ribu. Emang kampanye partai mana sih, Wan?
Iwan : Eh, itu tuh. Pe tiga!
KB : Oh, P3. Emang di tempat kamu basis P3, ya?
Iwan : Iyah, itu sama partai… (lupa, dia sebutin apa, ya?)

Kurang lebih dua menit dilalui dengan ritual pagi membuat kopi susu. Iwan sibuk menyiapkan teh untuk para staf departemen gua. Mendadak dia teringat sesuatu.

Iwan : Eh, salah lagi. Kemaren mah bukan P3, tapi PBR! Ya, bener, saya kemaren kampanye PBR..
KB : Lah, lu gimana sih, Wan. Udah muter2 dari pagi sampe sore bisa sampe lupa gitu ikutan kampanye siapa?! Yang bener, lu ikut kampanye partai mana?
Iwan : Ya, bener. Salah, bukan P3, tapi PBR. Abis, mirip2 sih, ijo2 semua yak!
KB : Ya. Kalo gitu, minggu depan lu ikutan lagi kagak?
Iwan : Ya, maunya ikut dong, tapi saya mah gimana yang ngajakin aja. Biarin aja dah, paling-paling juga koordinatornya yang bingung. “Lah, tu anak kenapa pada ikutan kampanye partai A, ya? Pan minggu kemarin dia ikutan kampanye partai B?” Pokoknya, Kak, perkara nyoblos mah tauk dah yang mana, yang penting mah ikutan rame2 aja dulu. Lumayan…
KB : Tapi asal ati2 aja, Wan.. Saya sih suka ngeri liat rombongan kampanye. Makasih ya, Wan, susunya.
Iwan : Ya, KB, sama-sama.

Thursday, April 01, 2004

YANG TERGUGAH

Di fajar kebahagiaan
kau memberiku tiga kecupan
sehingga aku tergugah
di saat penuh cinta

Kucoba mengingat dalam hati
apa yang kuimpikan
lewat malam
sebelum aku sadar
atas perubahan
atas kehidupan

Kutemukan mimpi-mimpiku
Namun bulan membawaku jauh
Mengangkatku menyentuh cakrawala
dan menahanku di sana
Kulihat betapa hatiku runtuh
di jejakmu
melantunkan lagu-lagu

Antara cinta dan hatiku
segala terjadi
lambat laun
membuatku teringat semuanya

Kauhibur aku dengan sentuhanmu
meski tanganmu tak terlihat
Kaukecup aku penuh kelembutan
meski bibirmu tak juga kulihat
Kau tersembunyi dariku.

Namun engkau yang membuatku tetap hidup

Mungkin akan tiba saatnya
ketika kau jenuh dengan kecupan
Aku akan bahagia
bahkan atas hinaanmu
Aku hanya memintamu
untuk tetap mengacuhkanku.

('The Awakening' by Rumi)

Catatan : Penerjemahan karya sastra, tidak seperti dugaan sementara orang, ternyata luar biasa sulit. Diperlukan keberanian dan kenekatan seorang Chairil Anwar serta ketulusan dan kehalusan seorang Sapardi Djoko Damono untuk melahirkan penerjemahan karya sastra bermutu. Ada pendapat yang menyebutkan, karya sastra terjemahan seakan menjadi "karya orisinal" sampai tingkat tertentu, karena sudah terpengaruh gaya bahasa setiap orang yang berbeda2, selain sifat lentur dari bahasa itu sendiri.
ARE YOU ONE IN A MILLION?

Pernahkah kau merasa sulit atau tidak dimengerti oleh orang-orang di sekitarmu? Atau merasa bahwa orang lain menganggapmu aneh karena ide atau perbuatanmu "di luar arus" , padahal kau merasa ide atau perbuatan itu hanyalah salah satu dari sekian banyak opsi yang ada? Padahal, tanpa disadari, mungkin itu opsi yang terbaik?

Sekarang lihatlah orang-orang di sekitarmu, ingat baik2 semua yang pernah mereka ucapkan atau lakukan, juga sifat, kebiasaan, kesenangan, kelebihan dan bahkan kekurangan mereka. Kemudian berpikirlah dengan jujur, adakah semua itu membawa pengaruh bagi kehidupanmu? Hilangkan pikiran bahwa kita sedang membicarakan baik atau buruk, karena semua itu sifatnya sangat relatif, tergantung bagaimana cara kita memandangnya. Kita tidak akan menghakimi untuk sementara ini. Kita membicarakan arti orang lain bagi kehidupanmu dan bagaimana kau menilai mereka. Baiklah, mungkin kau pernah begitu mengagumi seseorang dan ingin menjadikan dia teladan bagimu? Atau sebaliknya, kau membenci seseorang sedemikian rupa sehingga membuatmu ingin sejauh mungkin darinya? Mungkin kau tidak menyadari, tapi keduanyalah yang membentuk dirimu yang sekarang. Merekalah yang 'memperkaya' dirimu, secara langsung maupun tidak. Dan sekarang, tempatkan dirimu sebagai mereka. Apakah arti dirimu bagi mereka? Beranikah kau berkata, "Aku sudah memperkaya diri mereka"?

Kita membutuhkan orang lain sebagai cermin, dan orang lain juga membutuhkan kita untuk bercermin. Rasa takut untuk tampil berbeda atau melawan arus seharusnya tidak pernah ada. Setiap orang adalah unik. Bersyukurlah untuk itu. Ingat, kita tidak bisa membandingkan dua hal yang berbeda, tapi bisa memperkaya diri dengan hal yang tidak kita miliki. Maka, jangan hilangkan sesuatu yang unik, karena itu akan membuatmu bersikap kurang adil pada orang lain. Dengan meniru orang lain atau berjalan mengikuti arus, berarti kita sudah mengurangi satu kemungkinan bagi orang2 di sekitar kita.

Pilihanmu hanya akan berarti jika dirimulah yang memutuskan, bukan karena dorongan orang lain atau paksaan. Dan jika lain kali ada yang bertanya padamu, "Apakah Anda satu dalam sejuta?", jawablah, "Ya. Dan akulah yang sejuta itu, dalam satu kepribadian."