Wednesday, August 25, 2004

ESCAPE TO LOMBOK

Tanggal 13-17 Agustus kemarin, gua dan my ex-roomie, Queen, jalan ke Lombok. Penasaran ngeliat pulau ini yang konon masih sangat alami dan sangat tenang. Ternyata bukan itu aja. Suasananya pun sangat santai.. Waktu baru tiba di sana, terus terang agak bingung juga menyesuaikan diri dengan irama kehidupan Lombok. Tapi setelah seharian di sana, gua mulai ngerti dan merasa lebih baik jika gua mengikutinya. So I just played along with the rhythm… Santaaai….

Hari pertama kami ke salah satu pusat pembuatan gerabah di Desa Banyumulek. Salah satu ibu pengrajin memperagakan pembuatan gerabah. Menurut si ibu, dia membuat gerabah sejak masih kecil (ABG kali ye..). Takjub juga lihat gerakan tangannya yang cekatan waktu buat piring makan. Kalo nggak salah, dalam sehari dia bisa membuat belasan piring makan. Selain piring, si ibu juga pandai membuat guci dan kendi. Kendi tradisional Lombok yang disebut “kendi maling” juga unik. Pengisian air dilakukan lewat lubang di dasar kendi. Bagian dalam kendi dibuat berbentuk tabung sedemikian rupa, sehingga meskipun kendi dibalik setelah pengisian, air di dalam kendi tidak akan tumpah.

Tempat kedua yang kami kunjungi terletak di Desa Sukarara, pusat kerajinan tenun songket Lombok dan tenun ikat. Alat tenun songket hanya selebar 60 cm. Jadi, kalau ingin membuat sarung dengan lebar lebih dari 60 cm, kain hasil tenunan harus dijahit. Karena pengerjaan dengan tangan, kain yang dibuat juga lama jadinya. Untuk menghasilkan tenunan selebar 60 cm, dalam sehari paling2 hanya maju sekitar 10 cm. Jadi untuk sarung? Sebulan kali yee… Selain itu, tenun songket tidak pakai pola. Semua motif, corak atau pola ada di benak si pengrajin. Jangan heran kalo sehelai sarung tenun songket bisa bernilai di atas Rp. 500 ribu, karena sehelai sarung itu merupakan perwujudan ketelitian, ketekunan, kesabaran, daya kreasi dan imajinasi si pengrajin.

Berikutnya, Desa Sade yang didiami sekitar 120 kepala keluarga suku Sasak. Tadinya gua deg2an juga. Seperti apa ya, suku Sasak itu? Di perkampungan kami didampingi salah satu bapak yang relatif “modern”, dan bisa berbahasa Indonesia. Mata pencaharian suku Sasak terutama bertani, atau jadi pengrajin. Menurut Heri, pemandu wisata kami, warga suku Sasak yang berusia 30-an ke bawah rata2 sudah sekolah dan ngerti bahasa Indonesia. Sedangkan yang senior kebanyakan nggak ngerti bahasa Indonesia. Sambil ngobrol dengan beberapa ibu, gua juga sempet ngrasain jadi penenun lho.. Menenun itu susah, nggak telaten dah gua. Dalam tradisi Sasak, anak gadis baru boleh menikah setelah dia bisa menenun. Setelah gua pikir2, bener juga ya. Menenun itu kan butuh kesabaran tinggi. Mungkin maksudnyaaa, kalo udah bisa menenun, cewek2 udah bisa melatih kesabaran, udah siap jadi istri dan ibu.

Rumah tradisional Sasak dibuat dari kotoran kerbau campur pasir. Atapnya dari ijuk. Uniknya, karena kotoran kerbau itu, justru nyamuk nggak mau masuk. Setiap 2 minggu sekali, lantai dan tembok masih “dipel” dengan air dan campuran kotoran kerbau, untuk mengatasi debu akibat hawa kering. Anak perempuan mendapat kamar khusus di bagian dalam rumah yang menyerupai panggung (seakan ada 2 lantai, tapi beda ketinggian nggak terlalu besar). Lalu di sebelahnya ada dapur. Kamar orang tua langsung bertemu dengan pintu keluar (di lantai bawah). Bagaimana dengan anak lelaki? Mereka nggak dibuatin kamar. Terserah, mau tidur di mana. Di teras boleh, di langgar boleh, sambil ngeronda juga boleh… (waaah, kesiaan deh lu pade, hehehe). Nah, mumpung di depan rumah yang kami kunjungi ada lumbung baru, sekalian aja deh foto2 di lumbung. Pokoknya, segala gaya dijabanin..! Satu lumbung itu akan dipakai oleh 5 keluarga, dan pembuatannya dilakukan –sudah tentu- secara gotong-royong.

Setelah meninggalkan Desa Sade, kami terus meluncur ke selatan Lombok, menuju Pantai Kuta dan Tanjung Aan. Pantai Tanjung Aan itu unik, karena pasirnya ada dua jenis. Sebagian bulat-bulat seperti merica, sebagian lagi pasir halus. Menurut legenda, pasir kasar melambangkan Raja yang gagah dan kuat, sedangkan pasir halus melambangkan Ratu yang lembut dan penuh kasih. Sulit dilukiskan kecantikan Pantai Tanjung Aan. Suasananya juga sangat tenang dan pantainya bersih. Airnya? Lihat sendiri di foto.. Keren, kan?



5 Comments:

Blogger x-snob said...

Pengen ke Lombok juga!!!!
Fotonya keren :)

2:57 PM  
Blogger Rudyland said...

Wua jadi kepingin ke lombok hue hue..rencananya sih akhir tahun ini ama temen..tp kok ga punya uang ya hiks jadi sedih..aku tuh suka yg masih 'perawan2' gitu he he. btw commentnya kenapa ga ganti haloscan.com biar ga usah login he he glek.

5:18 PM  
Blogger mpokb said...

Theoldmaid : ya, Fi.. waktu foto2 rasanya kayak mimpi.. pinginnya nggak pulang2
Rudy : hehehe.. kalo jadi ke sana, jangan lupa ke Tanjung Aan deh. Haloscan? Waduh... nanti comment2 yang dulu pada ilang dong? Kalo nggak login bisa juga, kan? (pake anonim)

9:54 PM  
Anonymous Anonymous said...

Wah... mpok bina sama queen jalan2 gak ngajak2 nih... ikut doooooong.... Nana.

5:19 PM  
Blogger mpokb said...

Nana : begini nasib..jadi bujangan, hehehehe.... oops, ketangkep basah juga.. :P

6:00 PM  

Post a Comment

<< Home