Thursday, July 01, 2004

BOHEMIAN RHAPSODY

Ada sesuatu yang menusuk-nusuk dalam diri gua, membuat gua merasa perih. Entah apa namanya. Gua tidak bisa melihatnya karena sesuatu itu tidak berwujud. Dan meskipun punya wujud, gua pun pasti tidak akan tahu apa namanya. Kata beliau, "Apalah arti sebuah nama?"

"Baik, Paduka Yang Mulia."

Berulang kali gua berusaha mengusir rasa tidak enak itu. Sesuatu ini tidak berwujud, tapi gua tetap merasa sangat terusik, terganggu, terinvasi.. Kembalikan gua ke kondisi gua yang dulu..!! Jangan halangi jalan gua..!! Minggir! Gua mau lewaaat..!! Mungkin gua salah teriak? Mungkin bukan itu obatnya. Teriak-teriak sambil menumpahkan sumpah serapah. Mungkin semua ini baru bisa pulih setelah gua lari berkilo-kilo, atau lari sprint keliling lapangan sampai mual kepingin muntah seperti waktu dulu gua ujian praktik mata pelajaran olahraga di SMA. Di bawah pengawasan mata melotot pak guru sangar tapi pura-pura. Kampret! Betapa gua membenci semua bentuk otoritas. Memangnya kalau lari saya nggak cepat, saya nggak tahu gimana cara punya badan sehat? Memangnya kalau nilai fisika saya merah, saya nggak boleh jadi insinyur? Memangnya... Ya, benar. Anda. Anda yang tetap berdiri tersenyum-senyum, melihat kekecewaan di mata saya dengan puas. Senyum Anda memang boleh, melelehkan semua perempuan. Tapi, setelah saya ingat dalam-dalam, itulah senyum terdingin yang pernah saya lihat. Dasar fasis.

Sudahlah. Toh semua itu sudah terjadi, lama sekali. Lagi pula, manusia adalah makhluk merdeka. Ngapain saya membuktikan diri saya pada siapa-siapa? Ngapain saya mencari pembenaran dari siapa-siapa? Ngapain saya harus menyenangkan Anda, Anda dan Anda?

Bingung. Dua hari libur plus tiga hari cuti rupanya masih kurang buat gua. Tapi hari ini gua merasa agak terhibur. Baru beberapa menit tiba di kantor, gua diminta ikutan survey ke lokasi kemping, untuk acara departemen. Supaya ada pendapat perempuan, katanya. Bagus lah, kebetulan gua memang masih "holiday lag". Dan gua butuh udara segar.

Cibodas. Kaki Gunung Gede. Kabut. Hijau pohon-pohon. Lari, sepi, tidur.

Retrospeksi. Teringat makan mie instan sepiring berenam. Teringat tidur beralaskan rumput di Alun-Alun Suryakencana, berpayungkan terik matahari. Teringat segarnya minum air hujan campur norit yang ditampung di botol plastik. "Air habis. Minum air hujan aja, gua bawa norit." ........ Hm, kalian semua sekarang sudah jadi orang-orang terhormat, berdasi, rapi dan wangi. Mungkin semua kenangan itu sudah samar-samar tertinggal di kepala, tertutupi berlapis-lapis kenangan lainnya. Tentu, doa gua menyertai kalian, demi kehidupan yang mungkin terasa semakin rumit. Sebab, sekarang bukan hanya puncak Gede lagi yang harus kalian taklukkan, tapi puncak...karier, kemapanan, produktivitas. Kehormatan. Martabat..... Gengsi? Dulu hidup kita memang lebih dipenuhi simbol-simbol. Atau yang terjadi justru sebaliknya?

Tapi gua beruntung bisa merasakan kembali semuanya hari ini, walaupun hanya sejenak. That's right. It's that sensation. Tidak ada yang lebih membahagiakan selain mendapatkan kesempatan kedua untuk merasakan sesuatu yang kaurindukan. Deja vu?
"Hidup adalah sebuah siklus. Kita pasti akan merasa kembali ke suatu titik di suatu masa, cepat atau lambat, dan mengulangi kembali sekelumit dari apa yang pernah kita alami".

PS : Teruntuk mereka yang senantiasa berjuang dalam bekerja


1 Comments:

Blogger mpokb said...

Mungkin "kuncinya" adalah senantiasa menengok kiri-kanan dan berusaha mengambil pelajaran dari setiap peristiwa kehidupan, sekecil apa pun itu.
Dan seperti kata Ronan Keating :
"Life is a roller coaster, you've just gotta ride it"

smile....smile....smile....!!

10:10 PM  

Post a Comment

<< Home