Monday, August 30, 2004

ESCAPE TO LOMBOK (PART 2)

Hari kedua kami habiskan di kota Mataram. Setelah mampir sebentar untuk cari kaos suvenir khas Lombok di Pasar Cakranegara, kami menuju Taman Mayura, Taman Narmada dan Pura Lingsar.

Taman Mayura dulu berada satu halaman dengan pura, tapi pembangunan jalan membuat lokasi taman terpisah dengan pura. Saat ini yang terbuka untuk umum tamannya aja, sedangkan pura hanya untuk yang ibadah. Sebelum memasuki taman, para tamu (artinya bukan penduduk lokal) harus pakai sabuk kain warna kuning (aduh, lupa sebutannya..). Di Taman Mayura ada danau buatan cukup luas, sehingga terkesan sejuk meskipun waktu kami ke sana udara siang itu lumayan panas.

Di Taman Narmada juga ada pura dan mata air yang konon bisa bikin awet muda. Gua nggak cobain minum, tapi sempat juga ngintip pondok tempat sumur itu. Ternyata di dalam udah dipasang tegel porselen, juga ada meja tempat meletakkan sesajen. Taman di sini lebih cantik, pasti dulunya asri banget. Kontur tanah yang berbukit-bukit juga memberi kesan megah. Dari rumah panggung yang terletak di ketinggian, konon sang Raja dulu suka nonton para selirnya mandi di kolam tempat pemandian yang terletak di bawah (walah,…salah satu cara menikmati kemakmuran..??). Gua nggak motret kolam itu, karena waktu kami datangi lokasi di sekitar kolam dipenuhi orang2 yang lagi piknik (selain saat itu hari Minggu, di sebelahnya dibangun kolam renang umum pula).

Selanjutnya Pura Lingsar, yang dipakai bukan hanya oleh umat Hindu tapi juga Islam tradisional Lombok (istilahnya Islam Waktu Telu). Di lokasi pura ini tidak boleh dilakukan penyembelihan sapi maupun babi, untuk menghormati kedua agama itu. Ada satu fakta menarik tentang tata cara berkunjung ke lingkungan pura. Selain harus mengenakan sabuk kuning tadi (buat yang bukan native), orang yang sedang sebel juga nggak boleh masuk. Mungkin maksudnya, di tempat ibadah hati nggak boleh keruh.

Di Pura Lingsar ada kolam permintaan. Orang boleh melemparkan koin ke kolam sambil membalikkan badan dan menyebutkan keinginannya. Setiap beberapa minggu koin-koin itu dikeluarkan dari kolam. Di sebelah kolam ada meja sesajen tempat deretan batu2 dari Gunung Rinjani. Kata Heri si pemandu, tidak ada yang bisa menghitung dengan tepat jumlah batu2 itu. Menghitung tiga kali : dari kiri ke kanan, kanan ke kiri, lalu kembali dari kiri ke kanan, jumlahnya nggak akan bisa sama. Berkali2 si Queen ngitung, tapi jumlahnya selalu beda.

Selain itu, orang boleh mencoba peruntungan dengan memanggil belut-belut yang disucikan. Ada penjaga pura yang bisa membantu melakukannya. Cara panggilnya? Dengan telur rebus. Menurut pak penjaga pura, belut-belut yang hidup di saluran di dasar pancuran (pancuran ini merupakan terusan kolam permintaan yang terletak di sebelah atas) akan menampakkan diri jika si pemberi telur beruntung. Dan belut-belut di situ konon besar-besaaar, bisa sampai sebesar paha. Hiii.. Tapi karena pingin tahu, gua dan Queen coba juga beli telur rebus masing2 sebutir. Pingin lihat, segede apa sih belutnya?

Penjaga pura datang untuk membantu kami memberi makan belut. Wah, kayaknya belutnya nggak mau keluar tuh… Setelah beberapa saat nunggu, tiba-tiba seekor belut keluar dari lubang di bawah pancuran dan berenang menyambut telur dari tangan penjaga pura. Belutnya besaaaar…saking kagetnya kami bengong aja ngeliat dia berenang. Gua bilang ke Queen, “Eh, itu telur siapa, ya? Siapa nih di antara kita yang beruntung? Ya udah, kita bagi2 keberuntungan aja lah yauw, sama temen..” Pas telur rebus kedua diberikan, kami udah nggak berharap si belut muncul (karena kami pikir dia udah kenyang makan sebutir atau malu banyak yang nonton). Ternyata dia balik lagi, menyambut telur kedua, lalu kembali ke lubang asal pertama kali dia muncul. “Horee, kalo gitu sekarang kita sama2 beruntung dong!” Hmmm…tunggu. Sebenarnya kami cuma kepingin liat belut raksasa itu kok, nggak kurang dan nggak lebih. Setelah lihat, kan jadi nggak penasaran lagi. Kata penjaga pura, yang keluar itu baru anaknya. Kalau induknya yang keluar, gua dan Queen mungkin lari ketakutan. Bayangin aja, anak belut itu berdiameter hampir 10 cm dengan panjang sekitar semeter! Lha, gimana induknya coba??

0 Comments:

Post a Comment

<< Home